Thursday 15 November 2012

Ijtihaj Sebagai Cara Menemukan Realitas Kebenaran Hakiki yg Representatif di Setiap Jaman.


Kalau memang dunia ini fitrah karena diyakini diciptakan oleh yg Maha fitrah...Mungkinkah realitas kebenaran hakiki bisa ditemukan oleh org2 yg menolak prinsip2 kefitrahan krn hanya menerima potensi akli dgn menolak potensi naqli yg berakibat dlm proses pencariannya pun di tempuh dgn cara2 yg tidak fitrah....?
Silogismenya...
Jika realitas dunia dibentuk dari fenomena keseimbangan realitas yg terlihat berlawanan, dan ijtihaj merupakan hasil proses akomodasi potensi akli dan naqli sbg hal yg dianggap terlihat berlawanan scr seimbang, maka pencarian kebenaran realitas hakiki hanya bisa ditemukan melalui proses ijtihaj....
bukan dgn metodologi science yang hanya mengandalkan potensi akli dan pancaindra belaka.
Dengan demikian kita bisa menerima bahwa

Metodologi science hanya mampu menemukan realitas kebenaran artificial yg dibatasi ruang dan waktu, karena ruang dan waktu serta jarak transenden ini lah merupakan faktor yg sangat mempengaruhi ketepatan kemampuan potensi akli dan pancaindra.
Realitas yg dianggap benar dan bermanfaat di ruang dan waktu kedisinian dan kekinian, akan tidak relevan atau bahkan bertentangan dgn realitas kebenaran di ruang dan waktu ke disanahan dan ke yg akan datangan. Dan manfaat yg lahir dari science artificial yg pernah dianggap, dirasa benar dan bermanfaat pada masa kini bisa jadi akan berubah sebagai residu yg akan menghancurkan peradaban manusia di ruang dan waktu yg akan datang. Dan malah menghancurkan bumi secara total...sbg mana ayat " Bahwa kerusakan di laut dan di daratan akibat dari tangan2 manusia".
Sebagaimana filosofi, bahwa kebenaran itu juga dibentuk oleh kesalahan dan kesalahan itu juga dibentuk oleh unsur kebenaran...dan peribahasa banyak jalan menuju roma, hal ini mengindikasikan bahwa tidak semua yg datangnnya dari barat itu benar adanya, dan yg dari timur itu salah adanya, dan juga tidak hanya ada satu jalan untuk mencapai realitas kebenaran...pada ahirnya menghantarkan kita pada suatu kesadaran bahwa kelebihan dari barat harus dilengkapi dgn kearifan dari timur...kemampuan akal yg telah mapan dilengkapi dgn keimanan yg mapan.
Namun karena kemampuan akal baru di dapat setelah manusia lahir kedunia dan hanya bisa bermanfaat dan berlaku didunia fana ini, hal ini mengandung arti yg pasti bahwa manusia tidak ikut andil dalam perencanaan kelahirannya di dunia. Ada yg maha merencanakan di luar batas kemampuan manusia dlm mendeskripsikannya. Dan karena yg Maha Merencanakan ini juga Maha menyayangi dan Mengasihi manusia sebagai mahklukNya, maka diturunkanNya wahyu melalui para RasulNya yg kemudian dituliskan sehingga menjadi apa yang oleh manusia di sebut kitab suci.
Wahyu ini diyakini sebagai pedoman manusia dalam melakukan segala aktivitasnya di muka bumi agar mampu jadi wadah/objek yg bisa mewadahi atau menyerap seluruhnya kasih sayangNya yg diperuntukan bagi kehidupanya di dunia sbg prasyarat mendapatkan kasih sayangNya di alam akhirat. Oleh karena itulah akal manusia kemudian harus di dudukan menjadi potensi sekunder untuk menindak lanjuti proses yg telah ditempuh terlebih dahulu oleh naqli (Iman) sebagai potensi primer manusia.... Wallahu a lam.

No comments:

Post a Comment