Thursday 15 November 2012

JURUSAN PLS ATAU JURUSAN STUDI PENDIDIKAN NONFORMAL INFORMAL(PNFI)


Untuk sampai pd keputusan, kita harus memiliki kepahaman yg luas dan mendalam ttg PLS. Kajian kembali filsafat secara umum, idiologi Pancasila sbg falsafah negara, UU SISDIKNAS, Sosiologi dan Antropologi masyarakt Indonesia yg heterogen, kajian keilmuan pendidikan, dan faktor2 yg melatar belakangi pragmatisme praksis PLS yg terjadi skrg ini, merupakan hal yg urgen demi mampu mengurai benang kusut/karut marutnya pendidikan Indonesia yg berimbas pada praksis PLS.
Filsafat umum intinya merekomendasikan bahwa upaya pendidikan
mrpkn upaya untuk memanusiakan manusia/mencapai hakekat kemanusiaan;fitrahnya. Hakekat manusia Indonesia menurut Falsafah Pancasila adalah manusia Indonesia yg berketuhanan, adil dan beradab, yg mampu bersatu, yg bisa dipimpin melalui keputusan/ peraturan2 yg dihasilkan melalui permusyawaratan yg dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dan menjunjung tinggi prinsip dan pelaksanaan keadilan sosial Indonesia.Kemudian melalui tujuan Sisdiknas prototype manusia Indonesia lebih diperjelas lagi, yaitu manusia yg beriman dan bertqwa pada Tuhan YME, berahlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yg demokratis serta bertanggung jawab.
Demi terwujudnya manusia Indonesia spt di atas, maka kemudian ilmu2 yg terkait secara erat (the state of the arts) dalam proses pengupayaannya dirujuk agar terarah dan meminimlisir kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam keajegan berpikir (falacy), perencanaan, strategi, pelaksanaan, dan praktek2 evaluasinya.
Menurut sosiologi, sistem sosial terdiri dari unit sosial keluarga (in formal), Unit sosial masyarakat/ketetangaan (non formal) dan unit kesatuan manusia yg diatur secara ketat oleh aturan yg sengaja dibuat/lembaga/organisasi (formal)...F Tonies sosiolog jerman mengklasifikasikan unit sosial tsb ke dlm dua katagori; masyarkat gemeinschaft(paguyuban) dan masyarakat gesellschaft(patembeyan). Secara singkat gemeinschaft adlh masyarkat natur hubungannya didasarkan pada kepentingan bersama dan lebih pada hubungan ikhlas tanpa pamrih dunia. kluarga/informal dan masyarkat/nonformal termasuk kdlm katagori ini. Gemeinschaft merupakan tatanan masyakat yg mandiri dan memiliki ketahanan yg bisa memenuhi kebutuhan dan menangkal/mengatasi segala permasahan yg mengancamnya dlm proses perkembangannya. bila dianalogikan masyarkat paguyuban ini adalah sistem tubuh manusia yg lengkap dgn mekanisme metabolisme dan kekebalan tubuhnya yg lebih didasarkan pada mekanisme alami dan penyembuhan yg mengandalkan bahan2 alami. Sedangkan gesellschaft adalah kesatuan manusia yg sengaja dibentuk untuk mengejar kepentingan pamrih dunia yg diatur secara ketat oleh peraturan artifisial yg represif. Organisasi, lembaga, negara, pendidikan formal termasuk ke dlm katagori ini.
Analoginya sistem tubuh yg dlm ketahanannya sangat tergantung pada asupan sintetis/ manipulatif disamping sangat memiliki ketergantungan yg tinggi pd nilai insentif dr tercapainya tujuan. Tinggi rendahnya nilai insentif dr tercapainya tujuan pamrih dunia ini lah yg sangat besar pengaruhnya pada eksistensi gesellschaft. oleh karena itu eksplorasi dan eksploitasi sumber daya manusia dan sumber daya alam secara besar2an tidak bisa dielakan lagi. Dlm kondisi seperti ini batas2 kewajaran, kenormalan, proporsional dan keseimbangn tdk lagi dipentingkan karena tergerus oleh sikap kompetitif yg didorong oleh keinginan mempertahankan kelanggengan lembaganya masing2, sehingga mencapai tingkat vested interest pribadi anggota anggotanya. Konsekwensi logis kurang ditolelirnya nilai etika, estetika, dan keajegan moral, juga menjadi faktor yg mengiringi eforia dari realitas masyarakat gesselschaft. Fragmatisme ahirnya menjadi ciri yg sangat kental dan tdk terpisahkan dlm seluruh dimensi dan prosesnya.
Terkait dgn poko bahasan di atas hal diatas, Antropologi budaya memberikan masukan ilmiahnya, bahwa manuisa itu dipengaruhi oleh kebudayaan dimana ia hidup. Blue Print of Behavior sbg konsep Antropologi menekankan bahwa kebudayaan menjadi cetak biru dari tingkah laku manusia pendukung kebudayaannya. Hal ini mengisyaratkan bahwa dlm dinamika kebudayaan juga terjadi proses transformasi kebudayaan pada setiap generasi baru, yg dlm pemahaman ini diistilahkan dgn sosiialisasi dan enkulturasi. Sosialisasi lebih merujuk pada proses seseorang mempelajari nilai norma dan segala sesuatu yg ada dalam masyarakat, shg sampai taraf mampu berpartisipasi aktif secara penuh dlm sistem masyarakatnya. Adapun enkulturasi adalah proses seseorang mempelajari unsur kebudayaan dan menghayatinya sampai pada taraf internalized (mendarah daging) shg menjadi miliki dan bagian dirinya yg tercermin dalam segenap sikap dan tingkah lakunya. Simpulan masukan Antropologi, bahwa untuk mencapai taraf pemanusiaan manusia harus sesuai dgn kebudayaannya. Dalam pandangan yg lbih luas, Antropologi memberi pesan bahwa dunia ini tidak bisa disatu budayakan, mengingat sistem budaya dunia keberfungsian harmonisnya terletak dari eksistensi budya2 yg ada di dunia yg berbeda beda sebagai sub sistemnya.
Yang tak kalah pentingnnya dalam memahami secara meluas dan mendalam ttg dunia PLS adalah diktum diktum yg ada dlm UU Sisdiknas itu sendiri. sbg mana diketahui merupakan keputusan yg didasarkan pada falsafah Pancasila, UUD, dan pertimbangan ilmiah dari para ahli berbagai disiplin ilmu. Istilah PLS dalam diktum UU Sisdiknas tdk diakomodir. Hal ini mengisyaratkan bahwa PLS timbul dari pertimbangan mendesak sebagai presure dari kekuatan yg mampu mengangkangi daya ikat Pancasila, UUD dan UU Sisdiknas terhadap seluruh praktek pendidikan, yg disamarkan kedalam kemasan suci HDI dan MDGs (Melenium Developmen Goals) yg segera harus tercapai pada thn 2015. Bisa jadi bila dikembangkan secara prejudice, maksud2 dan target2 yg terlihat mulia tsb sbg upaya untuk menghambat tercapainya wujud manusia Indonesia Pancasilais, dan untuk mensatu wujudkan budaya yg ada di dunia. Klo main stream ini dipake untuk menganalisa fenomena yg ada dlm ranah pendidikan Indonesia skrg ini, maka simpulan bahwa Bangsa dan rakyat Indonesia selalu diupayakan agar tidak mandiri selamanya menjadi hal yg tdk bisa begitu saja diabaikan. Mengapa demikian..?Indonesia memiliki dua potensi yg luar biasa sebagai anugrah dari Tuhan YME, yaitu pertama, jumlah penduduk terbanyak ke 4 di dunia dan jumlah pemeluk Islam terbanyak di dunia, ke dua, sumber daya alam yg melimpah ruah, yg masih menyimpan defosit luar biasa bagi kesejahteraan rakyatnya sampai masa jauh kedepan. Potensi ini jua yg menjadi sumber prahara bagi bangsa Indonesia, yg menjadikan penjajahan terhadap bangsa ini terulang kembali walau dalam bentuk yg sangat samar dan dibenarkan menurut declaration of human right. Samar, krn dlm praksisnya mereka mempergunakan hight science yg tdk terlacak oleh kebanyakan bangsa Indonesia sang follower.
Dari sejak bayi sampe dewasa hampir seluruh rakyat Indonesia tidak bisa mandiri dlm artian budaya. Untuk spy bayi sehat dibutuhkan vaksin yg tdk bisa dipenuhinya sendiri. akhirnya harus beli. Untunglah mereka. Stlah kanak2 sampe anak2 dididik dgn kurikulum dan ilmu bahkan nilai2 dari mereka. untunglah mereka, krn telah mampu menciptakan pendukung mereka dlm menguasai dunia. Setelah remaja, berprilakulah ia seperti mereka, dgn selugu lugunya(lebih ke sikap mental tuturut munding) dan menjadi konsumen barang produk2 mereka. Semakin untunglah mereka..Setelah dewasa OI dalam pekerjaannya giat mengeksplorasi dan mengekspoitasi sumber daya manusia dan alamnya sendiri untuk mereka (perhatikan berapa persen sumber daya alam Indonesia yg di eksploitasi dgn cara mempergunakan org Indonesia, yg diterima sbg sumber pemasukan negara, dibandingkan dgn yg didapat oleh investor asing) . Semakin kaya lah mereka dan semakin ogahlah mereka melepas Indonesia.
Hampir setiap org dewasa Indonesia disadari ataupun tidak (mungkin kebanyakan tdk menyadarinya) banyak mengambil bagian untuk mendehumanisasi saudara sebangsanya sendiri melalui praksis pendidikan.
Untuk menggolkan maksud2 pragmatisnya PNF (yg diakomodir dlm UU Sisdiknas) sebagai upaya pendidikan untuk mewujudkan manusia Pancasilais yg mampu bertanggung jawab secara sosial thd masyarakatnya, krna dlm proses yg sebenarnya kering dgn imbalan nilai materi, dilenturkan ke dalam konsep PLS, yg dgn definisinya, sikap dan perilaku menggusur proyek pendidikan Formal ke dalam ranah non formal walaupun berakibat fatal terhadap rusaknya kemandirian sistem sosial in formal dan non formal menjadi terlindungi. Mereka yg melek huruf Arab tdk diakui sebagai warga negara yg melek huruf, shg menjadi pesakitan yg perlu di drill dgn strategi keaksaraan funsional yg diperkuat dan dibebenjokeun (diimbali) dgn hanya selembar sukma.
Pendidikan sosial (PNFI) yg seharusnya lebih mengarah pada terwujudnya jiwa sosial sbgai dasar social skill untuk memperkuat tatanan sosial in formal dan non formal (gemeinschaft/paguyuban) yg ikhlas tanpa pamrih diarahkan pada sikap mental formal yg haus akan pamrih dunia (piduit) yg dalam prosesnya lebih menitik beratkan pada aspek potensi kesadaran aqli belaka (cognitive) tanpa memberi ruang untuk mengembangkan potensi Naqli.
Pendidikan Non formal dan In formal yg dlam kajian keilmuan seharusnya memiliki metoda, pengorganisasian, proses pendidikannya, maksud dan tujuannya yg berbeda dgn pendidikan formal, demi prgmatisme disamakan dgn pendidikan formal. Malah Anehnya lagi pendidikan kesetaraan dianggap nilainya lebih tinggi dari kualitas pendidikan formal yg telah mapan, gara2nya yg tdk lulus UAN pendidikan formal harus mengikuti ujian di pendidikan kesetaraan.
Jurusan PLS yg membekali mahasiswanya dengan jiwa formal dan kontens keilmuan yg syarat dgn teori2 aqli hasil impor sagemblengna (seutuhnya) dari NAGRI DEUNGEUN (negara luar) , diyakini secara a priori akan bisa menjawab tantangan keterpurukan Bangsa Indonesia dalam bidang pendidikan khususnya pendidikan non formal dan informal (SUATU KEYAKINAN FALACY ALIAS JAKA SEMBUNG).
Anehnya lagi PLS...atau PNFI ???!!! yg seharusnya sebagai ilmu terapan (applied science), dlm proses akademiknya, lebih banyak mengedepankan wacana dibanding praktek. Sehingga ukuran keberhasilan akademik lebih ditentukan oleh ukuran mahasiswa dalam menyelesaikan Skripsi (S1), Thesis (S2) dan Desertasi (S3), ketimbang dengan ukuran keterampilan mereka dalam tataran riil dilapangan dgn bentuk KARYA SOSIAL yg berwujud dan bermanfaat kemasyarakatan.
Untuk Mencapai Fungsi melahirkan pendidik2 PNFI yg koheren dan koresponden, Jurusan PLS S1 demi tanggung jawab nasional, moral dan akal sehat, sangat mulia bila tinjau ulang...Atau bila menurut pertimbangan2 lain yg tdk bisa dielakan masih diperlukan keberadannya, sebaiknya jurusan PLS untuk seluruh strata di ganti namanya dengan jurusan Studi Pendidikan Non Formal Informal, disamping juga perlunya dilakukan perombakan dlm kurikulum dan silabusnya ke arah peneguhan jiwa dan keterampilan unit sosial informal dan non formal yg bisa dipertanggung jawabkan secara Idiologis.
Sejalan dengan pandangan di atas, demi berisi dan terarahnya proses perkuliahan, Porsi dosen PLS harus proporsional sesuai dgn Tujuan ideal Jurusan ini diadakan. Persentasi dosen jurusan Studi PNFI yg proporsional apabila 25% di isi oleh dosen yg berkualifikasi ilmu murni, spti Dosen ahli Filasat (termasuk filsafat Pancasila), Ahli Sosiologi, Antropologi, Psykologi,Komunkasi, dan 75 % sisanya adalah dosen yg bobot kemampuannya disamping menguasai ilmu murni sosial juga menguasai ilmu terapan yg dibuktikan dengan karya sosialnya di masyarakat.
Hal ini diperlukan untuk memberi tekanan perkuliahan yg bermutu dan realibel, disamping mengantisipasi perkembangan mahasiswa yng kritis yg membutuhkan bukti dari dosennya sebagai ahli yg secara ril telah mampu
berkarya nyata secara kongkrit dimasyarakat dalam bentuk realitas empirik berwujud, bisa diamati, dipelajari, dtindak lanjuti serta dikembangkan dan mengandung fungsi kemaslahatan umat.
Jurusan Studi PNFI kedepan harus mengedepankan moral, kemampanan ilmu dan keterampilan yg bisa dipertanggung jawabkan, baik pada negara, masyarakat dan calon mahasiswa. Artinya segala sesuatunya harus jelas, transparan dan ada jaminan keahlian yg bermanfaat bisa dimilki secara kongkrit setelah mahasiswa menyelesaikan studinya.
Untuk itu Strategi KONTRAK SOSIAL dgn user adalah sangat tepat dalam kerangka pendidikan yg berbasis kemaslahatan UMAT dan kerangka kebudayaan Nasional yg berdasarkan Idiologi dan Falsafah Pancasila.

Untuk de Muhammad Faisal SPd, itulah sumbangsih pikiran yang akang bisa berikan. Akang yg alumnus PLS IKIP Bdg thn angkatan '81 ini tidak memiliki keberanian untuk menjawab pertanyaan ade secara tegas dan lugas serta jelas..Perlu diketahui akang bukan dosen ataupun PNS, akang hanya seorang yg selalu mencoba ilmu ataupun keterampilan dgn jalan mengembangkan potensi Aqli dan Naqli secara seimbang, yg kemudian setelah diformulasikan dgn kaidah2 yg memenuhi kriteria ilmiah akang namakan MOBORA, yaitu singakatan dari MOTIF BERPRESTASI ORIENTASI RIDHO ALLAH. Artinya motif yg mendorong selalu ingin berprestasi walau tidak ada manusia yg menilai, yg melihat, yg membayar (menggajih), yg mengiming imingi. Semua yg dilakukan hanya untuk mendapat ridho Allah SWT (klihatannya sok alim), karena haqul yakin Allah Maha Pengasih dan Penyayang, maha kaya dan maha tahu yg terbaik bagi mahlukNya. Jadi bila diartikan secara singkat keyakinan tersebut menghasilkan simpulan bahwa karya yg ikhlas insyaalah equivalen dgn rizki yg berkah. Dlm prakteknya akang berpegang juga pada prinsip buhun urg sunda, Dibeuweung diutahkeun...Pok, Pek, Prak....Tep kewewet...sehingga menjadi Kahartos dan karaos ku balarea...
Alhamdulillah dgn menjalankan keyakinan dan prinsip karya di atas, akang sekarang diamanahi suatu sistem yg bergerak dlm bidang pendidikan in formal, non formal dan formal, dimana lahir dari pikiran dan tangan akang sendiri yg akang yakini atas kekuatan yg Allah limpahkan pada akang.
Model pendidikan tersebut akang beri julukan PUPPET, yg kepanjangannya adalah Pusat Pengembangan Pendidikan Terpadu, sedangkan arti filosifisnya dr PUPPET adlh mengandung makna bahwa kita adalah boneka Allah yg tidak daya dan upaya kecuali oleh Nya.
Visi nya MASTER, yaitu Masyarakat Terdidik Religius...kata terdidik serta religius tdk di sambung dgn kata dan, mengisyaratkan keyakinan bahwa pendidikan tdk bisa dipisahkan dgn religi dan proses pendidikan sendiri adalah religi, sehingga pendidikan bisa diartikan merupakan upaya ikhlas manusia dlm membimbing manusia menjadi mahluk religius. Sementara itu Misi yg diemban adalah: 1. Menumbuh kembangkan Vimobora dilingkunga sendiri (PUPPET sebagai incobator vimobora). Vimobora singkatan dr Virus Motif Berprestasi Orientasi Ridho Allah. 2 Menyebarluaskan vimobora keluar lingkungan PUPPET.
Untuk mencapai MISI tersebut selain dikembangkan strategi tersendiri untuk lingkungan internal juga PUPPET dilengkapi dgn Studio Radio dan Studio TV pendidikan Lokal, dgn maksud vimobora yg telah menjangkiti warga PUPPET bisa menyebar dan menjangkiti warga di luar PUPPET, sehingga mobora menjadi milik semua...
Dgn telah berjalannnya sistem di atas, skrg sistem bekerja untuk akang, dgn demikian akang diberikan keleluasaan waktu oleh Allah untuk berkarya dan mengabdi di bidang lainnya...
Pada masa2 akang kembali lagi melanjutkan sekolah di pasca UPI Prodi PLS skrg ini (yg dulu tdk terpikir sama sekali), banyak kejutan yg Allah berikan, yg kmudian akang tanggapi sebagai tugas yg harus akang lakukan. Saking keyengnya akang mempelajari ilmu2 sosial, Allah mengimbali akang dgn kemampuan membuat karya tulis (paper) yg akang beri judul Kritik Terhadap Ilmu-ilmu Sosial ( Gagasan Konseptual Keilmuan Sosial Kodrati)..Karya Tulis itulah yg menjadikan akang memiliki pengalaman sebagai pemakalah dalam seminar2 internasional, baik di UPI yg diselenggarakan oleh Prodi IPS, Di UI maupun Seminar Internasional yg di prakarsai oleh Profesorship dunia di Pascasarjana UGM tgl 1 s/d 2 Desember 2009 lalu..
Kemudian dlm perjalanan selanjutnya di pasca, walau melalui peserta MUBES FKM akang terpilih sebagai Ketua Umum organisasi mahasiswa Pascasarjana UPI bdg, akang meyakini pada hakekatnya Allah lah yg telah memberi amanah tersebut...Kayakinan inilah yg mendorong akang semakin ingin memuliakan manusia sebagai mahluk mulia ciptaan yg Maha Mulia (khususnya anggota FKM dan umumnya Civitas akademika UPI) sebagai refleksi akan pengabdian pada Allah sang Khalik..
Berangkat dari Fungsi silaturahmi akan menambah rizki dan umur panjang, pada ahirnya kegiatan organisasi tsb akang jadikan ajang untuk menautkan tali silaturahmi.
Setelah skian lama mencari makna di balik silaturahmi, akang semakin yakin bahwa apabila manusia memuliakan manusia dgn niat karana Allah, maka manusia yg dimuliakan tsb dijadikan Allah menjadi sebab ( sebagai ) jalan mengalirnya rizki, ilmu, kesempatan untuk kita.
Mungkin Inilah seharusnya Keyakinan, Ilmu dan keterampilan yg harus menjadi milik diri Mahasiswa PLS (Studi PNFI)...Wallahu a lam.

No comments:

Post a Comment