Thursday 15 November 2012

Kebenaran Semu...


Bila kebenaran hasil konsensus manusia seluruh pengisi dunia sekarang TERNYATA BERTENTANGAN secara ekstrim/kontras dengan kebenaran yang sebenarnya, dan dengan kebenaran yang diyakininya tersebut mengorientasikan titik arah dan tindakan perjalanan proses kehidupan manusia di muka bumi menjadi berlawanan arah dengan garis kebenaran yang sebenarnya. Maka dengan kondisi fisik bumi yang bulat ini kemungkinan besar dalam proses perjalanan kehidupannnya tersebut, manusia akan menemukan/sampai pada titik kebenaran yang seharusnya.

Namun proses perjalanan yang bertolak belakang dengan arah kebenaran yang sebenarnya itu DAPAT DIPASTIKAN menuai konsekwensi KONTRADIKTIF/KEBALIKAN dalam seluruh aspek dan segi kehidupannya.
Barangkali sekarangpun fenomena kontradiktif atau kebalikan itu pun sudah sangat dirasakan dalam realitas kehidupan. Emas yang tidak secara tidak langsung dapat memenuhi kebutuhan energi yang paling dibutuhkan dalam aktivitas hidup karena terkait dengan hidup dan mati nilainya lebih tinggi dibanding dengan beras yang menjadi sumber pokok energi hidup manusia.

Ilmu yang merupakan sebagai penerang kehidupan, yang seharusnya bila dipergunakan mengandung dampak kemaslahatan bagi lingkungan sosial dan lingkungan alam dan tidak mengandung dampak efek negatif yang merusak bagi kedua lingkungan tersebut malah berfungsi dan bereaksi sebaliknya. Malah ilmu2 yang dipelajari di bangku2 sekolah yang mengandung biaya tinggi yang seharusnya bisa langsung diamalkan, diterapkan, dimanfaatkan dalam masyarakat sehingga bernilai saling menguntungkan (simbiosis mutualism/resiprositas) secara moral maupun finansial tidak bisa eksis tanpa media lain yaitu sistem formal sebagai hasil rekayasa akal manusia dari sistem kehidupan fitrah.

Dengan kondisi fenomena ilmu di atas, membuktikan bahwa ilmu itu belum atau tidak akan pernah matang, belum bisa atau tidak akan pernah bisa menuai manfaat langsung baik bagi si pemilik ilmu maupun masyarakat dan lingkungan alam sebagai obyek ilmu. Ilmu menjadi lumpuh tanpa difasilitasi/didukung oleh peraturan atau undang2 manusia. Sehingga membuka peluang adanya praktek orang2 berilmu bersaing dengan sesamanya untuk masuk dalam media sistem formal yang kesempatannya terbatas, dan dengan kondisi keterbatasan ini ahirnya menghasilkan siasat atau strategi/intrik menghalalkan segala cara atau perbuatan yang keluar/kebalikan dari nilai kebenaran yang diyakininya sendiri(KKN).

Kondisi kebalikan pun terlihat dari segi cara pandang manusia terhadap sesamanya. Manusia sebagai spesies yang seharusnya memiliki kesederajatan kemuliian karena sebagai aktor utama dalam panggung kehidupan (khalifah fil ard) ternyata dalam realitasnya sangat tergantung pada nilai materi yang dimilikinya. Kemuliaan manusia jadinya ditentukan oleh materi. Semakin menguasai banyak materi semakin mulia dihadapan manusia lainnya. Dan semakin kurang kepemilikan materi maka semakin rendah nilai kemuliaan manusianya. Dalam kondisi sperti ini konklusi bahwa kemuliiaan manusia di bawah nilai kemuliaan nilai materi menjadi proposisi atau bahkan aksioma yang tak terbantahkan.

Aspek realitas ekonomi, hukum, pendidikan dan politik yang terjadi sekarang ini pun kalau kita bersedia mengamatinya dengan kekritisan akan menampakan fenomena kebalikan-kebalikan. Namun karena suatu kesalahan2 itu sudah biasa terjadi, maka biasanya kesalahan tersebut tidak menampakan kesalahannya lagi. Kebalikan atau kesalahan tersebut sudah dianggap sesuatu kelumrahan, suatu hal yang dianggap kenormalan selama manusia belum memiliki pengetahuan tentang kebenaran haq yang sebenarnya, atau selama manusia masih menyangsikan kebenaran ajaran2 agamanya. Wallahu a lam.

No comments:

Post a Comment