Dalam era kehidupan milenium sekarang, ilmu semakin bertambah
banyak, mungkin karena sebagai kondisi penyerta dari realitas kehidupan
sosial manusia yg semakin kompleks dan terspesialisasinya keahlian yg
bisa jadi akibat dari implementasi tuntutan kebutuhan manusia yg konon
tidak terbatas selama hidupnya.
Dalam pengertian ini juga
mengandung makna rujukan lain bahwa relitas dunia dicabik cabik pendjadi
sepihan sepihan kecil atau menjadi kapling kapling , demi untuk mencari
eksistensi keilmuan kumaha aing, yg berujung pada kepemilikan hak paten
sebagai kemasan yg cukup cerdik untuk menyembunyikan maksud2
kepemilikan materi sbgai ujung dari segala maksud dan aktivitasnya.
Namun
walaupun demikian, ilmu yg bak jamur di musim hujan sekarang ini bisa
dikelompokan menjadi dua katagori, (1). ilmu fitrah, (2) ilmu
artifisial.
Ilmu fitrah adalah ilmu yg lahir dari wahyu tertulis
dan bila sudah mampu di imani dan dipahami oleh akal manusia, maka ilmu
ini akan menjadi bagian dari hati dan tubuh manusia serta bisa
diimplementasikan secara kongkrit dan bermanfaat langsung bagi
pemenuhan kebutuhan manusia, baik kebutuhan energi yd datangnya dari
alam (makanan, papan, sandang, kesehatan kemudahan hidup yg dihasilan
teknologi) dan kebutuhan yg didapat dari sesama manusia (cinta,
perhatian, perlindungan, penghargaan, kejujuran,keadilan, pengakuan,
kesenian jeung sajabana sajabana).
Ilmu artifisial merupakan ilmu
semu hasil manipulasi akal semata manusia yg hanya akan terlihat
berguna (mampu hidup semu/eksis semu/bermanfaat semu bila beroperasi
semu di ranah artifisial yg juga hasil manipulasi manusia lewat akalnya
semata.
Ilmu artifisial dalam proses mempelajarinya juga harus dgn
cara2 artifisial, dikomunikasikan dan di transformasikan secara dan dgn
sikap artifisial, pengetesan secara artifisial dan di evaluasi
menyeluruh secara artifisial dalam format kurikulum dan infrastruktur
artifisial....
Penguasaan ilmu ini hanya sampai pada tingkat
pemahaman artifisial tidak menjangkau pada domain sikap dan perilaku
kongkrit sebagai mana yang tuan Benyamin Blom inginkan, kalaupun sampai
internalized (mendarah daging), sikap dan perilaku pemilik ilmu ini
juga semu (artifisial)
Konsekwensinya ilmu ini tidak berdaya bila
diimplementasikan di masyarakat in formal dan nonformal yg alami bahkan
kodrati sebagai pasar bebasnya semua ilmu.
Ilmu ini hanya indah
dibicarakan, menarik didiskusikan, dan terlihat agung di event event
seminar, simposium, lokakarya. Ilmu ini bahkan dalam kasus tertentu
bertindak sebagai bensin yang dipake memadamkan kebakaran. Artinya
masalahnya malah bertambah menyebar dan berketiak ular, bukannya bisa
diatasi dlm arti mampu merubah faktor penghambat menjadi faktor
pendorong.
Yang jelas Ilmu ini akan terlihat sedikit bermanfaat bila dibuatkan kondisi artifisial sebagai wahana implementasinya...
Ilmu
artifisial berpotensi besar mendorong manusia fitrah menjadi manusia
artifisial yg merubah kehidupan fitrah juga menjadi kehidupan artifisal .
Bila
manusia2 fitrah tidak cepat menyadarinya, jangan2 nanti keluarga
sebagai basic pertahanan fitrah manusia juga akan dilibas oleh ilmu
artifisial menjadi satuan sosial yg tidak lagi didasarkan pada hubungan
darah dan kasih sayang serta keihklasan, tetapi menjadi kesatuan manusia
yg paling kecil malah bisa besar secara fisik ( ttp tdk melibatkan
nurani) yg terdiri dari laki dan perempuan yg didasarkan akan
kepentingan pemenuhan nafsu sex dan materi.
Dlm kesatuan sosial
keluarga artifisial ini dimungkinkan ayah berhubungan intim dgn anak
perempuannya. Ibu bermain reproduksi seks dgn anak laki2nya, atau anak
laki2 berhubungan seks dgn saudara sedarah perempuannya. Dan bayi
sebagai produk seks tersebut dijadikan komuditas dagangan yg berimbal
materi.....Audzubillah himindzalik....
No comments:
Post a Comment