Thursday 15 November 2012

Ilmu Fitrah dan Ilmu Artifisial

Dalam era kehidupan milenium sekarang, ilmu semakin bertambah banyak, mungkin karena sebagai kondisi penyerta dari realitas kehidupan sosial manusia yg semakin kompleks dan terspesialisasinya keahlian yg bisa jadi akibat dari implementasi tuntutan kebutuhan manusia yg konon tidak terbatas selama hidupnya.

Dalam pengertian ini juga mengandung makna rujukan lain bahwa relitas dunia dicabik cabik pendjadi sepihan sepihan kecil atau menjadi kapling kapling , demi untuk mencari eksistensi keilmuan kumaha aing, yg berujung pada kepemilikan hak paten sebagai kemasan yg cukup cerdik untuk menyembunyikan maksud2 kepemilikan materi sbgai ujung dari segala maksud dan aktivitasnya.
Namun walaupun demikian, ilmu yg bak jamur di musim hujan sekarang ini bisa dikelompokan menjadi dua katagori, (1). ilmu fitrah, (2) ilmu artifisial.

Ilmu fitrah adalah ilmu yg lahir dari wahyu tertulis
dan bila sudah mampu di imani dan dipahami oleh akal manusia, maka ilmu ini akan menjadi bagian dari hati dan tubuh manusia serta bisa diimplementasikan secara kongkrit dan bermanfaat langsung bagi pemenuhan kebutuhan manusia, baik kebutuhan energi yd datangnya dari alam (makanan, papan, sandang, kesehatan kemudahan hidup yg dihasilan teknologi) dan kebutuhan yg didapat dari sesama manusia (cinta, perhatian, perlindungan, penghargaan, kejujuran,keadilan, pengakuan, kesenian jeung sajabana sajabana).

Ilmu artifisial merupakan ilmu semu hasil manipulasi akal semata manusia yg hanya akan terlihat berguna (mampu hidup semu/eksis semu/bermanfaat semu bila beroperasi semu di ranah artifisial yg juga hasil manipulasi manusia lewat akalnya semata.
Ilmu artifisial dalam proses mempelajarinya juga harus dgn cara2 artifisial, dikomunikasikan dan di transformasikan secara dan dgn sikap artifisial, pengetesan secara artifisial dan di evaluasi menyeluruh secara artifisial dalam format kurikulum dan infrastruktur artifisial....
Penguasaan ilmu ini hanya sampai pada tingkat pemahaman artifisial tidak menjangkau pada domain sikap dan perilaku kongkrit sebagai mana yang tuan Benyamin Blom inginkan, kalaupun sampai internalized (mendarah daging), sikap dan perilaku pemilik ilmu ini juga semu (artifisial)
Konsekwensinya ilmu ini tidak berdaya bila diimplementasikan di masyarakat in formal dan nonformal yg alami bahkan kodrati sebagai pasar bebasnya semua ilmu.

Ilmu ini hanya indah dibicarakan, menarik didiskusikan, dan terlihat agung di event event seminar, simposium, lokakarya. Ilmu ini bahkan dalam kasus tertentu bertindak sebagai bensin yang dipake memadamkan kebakaran. Artinya masalahnya malah bertambah menyebar dan berketiak ular, bukannya bisa diatasi dlm arti mampu merubah faktor penghambat menjadi faktor pendorong.
Yang jelas Ilmu ini akan terlihat sedikit bermanfaat bila dibuatkan kondisi artifisial sebagai wahana implementasinya...

Ilmu artifisial berpotensi besar mendorong manusia fitrah menjadi manusia artifisial yg merubah kehidupan fitrah juga menjadi kehidupan artifisal .

Bila manusia2 fitrah tidak cepat menyadarinya, jangan2 nanti keluarga sebagai basic pertahanan fitrah manusia juga akan dilibas oleh ilmu artifisial menjadi satuan sosial yg tidak lagi didasarkan pada hubungan darah dan kasih sayang serta keihklasan, tetapi menjadi kesatuan manusia yg paling kecil malah bisa besar secara fisik ( ttp tdk melibatkan nurani) yg terdiri dari laki dan perempuan yg didasarkan akan kepentingan pemenuhan nafsu sex dan materi.
Dlm kesatuan sosial keluarga artifisial ini dimungkinkan ayah berhubungan intim dgn anak perempuannya. Ibu bermain reproduksi seks dgn anak laki2nya, atau anak laki2 berhubungan seks dgn saudara sedarah perempuannya. Dan bayi sebagai produk seks tersebut dijadikan komuditas dagangan yg berimbal materi.....Audzubillah himindzalik....

No comments:

Post a Comment