Thursday 15 November 2012

Kefitrian Hati S'orang Ibu


Jam dua dini hari selasa di Blanakan pantai utara Subang, seorang ibu setengah baya di pinggir jalan desa yang sepi sedang sibuk sendirian menghidupkan api tungku peralatan mematangkan penganan serabi dagangannya dengan hanya diterangi sinar remang lampu cempor.

Baginya tidur tiga jam di setiap malamnya adalah anugrah yang lebih dari cukup sebagi lanjutan dari anugrah keterjagaan dimana ia mampu menyerap smua limpahan kasih sayang Tuhannya yang dirasakannya tak terperikan, mensyukurinya dan kemudian membagikannya kembali kasih sayang itu kepada dua anak darah dagingnya sendiri yang sudah dititipkan oleh suaminya sebagai wasiat terahir yang paling berharga dalam hidupnya menjelang kepergian abadinya.


Pilihan berjualan serabi yang merupakan salah satu aktivitas dari sekian aktivitas rutin hidupnya dilakoninya bukan atas dasar menjemput rizki materi penyambung hidup diri dan anak2 yatimnya belaka, tetapi lebih jauhnya lagi ia juga bermaksud menyampaikan kasih sayang yang telah didapat dari Tuhannya tsb pada sesamanya. Dengan berjualan penganan serabi yang margin nilai materinya tak sebara tsb, ia berharap mampu mengganjal perut para petani dan nelayan yang tidak sempat melaksanakan di rumahnya karena harus menunaikan pekerjaan pada waktu dini hari sekali.

Bagi ibu ini kerugian yang paling menyakitkan hatinya bukan kemiskinan yang menghimpit dirinya, tetapi bila ia tidak mampu mengimplementasikan kasih sayang pada sesamanya termasuk kepada dua orang putra yang telah diwariskan suaminya. Dan implementasi ril kasih sayang itu baginya harus diwujudkan dengan tindakan nyata dalam bentuk aktivitas meringankan beban masalah yang dihadapi sesama seoptimal dan seiklas sebagaimana ukuran yang telah di tentukan Tuhannya, bukan ukuran optimal dan ikhlas menurut hawa nafsunya.

Menurutnya aktivitas lain yang ia lakukan setelah selesai berproduksi dan menjajakan serabi dini dan pagi hari, seperti ikut tandur, ngarambet dan memanen padi di sawah yang bukan miliknya, dan aktivitas apapun yang diperlukan sesamanya bukanlah keterpaksaan karena dorongan mendapatkan uang tetapi melulu sbagai tugas alami/kodrati sebagai manusia mahluk yang tidak bisa hidup sendiri, tidak bisa bahagia tanpa kehadiran manusia lainnya sebagai anugrah teman paling berharga dalam melaksanakan proses kehidupan di dunia.

Ibu setengah baya ini juga menyekolahkan anaknya bukan berharap mereka nanti akan menjadi manusia yang melimpah hartanya, tinggi kedudukan dan pangkatnya, tetapi ia mendoakan mereka yg sedang bersekolah di SD dan SMP tersebut menjadi orang yang mampu memahami kemuliaan dirinya sebagai mahluk yang telah dimuliakan Tuhannya dan mampu menempatkan manusia lain di kemuliaannya melebihi penghargaan pada apa yang dimilikinya.
Dalam gambaran kongkritnya ia sudah sangat bersyukur bila kedua anak laki2nya tersebut kelak seperti dirinya....

Alhamdulillah....ini maksudnya Engkau mendorong aku berjalan jauh malam hari dari rumah dan keluarga tanpa rencana sebelumnya.
Terima kasih wahai ibu berhati fitri, engkau telah dijadikan Tuhan sebagai guru ku, teladanku.
Senang dan bangga serta suatu kehormatan diperkenalkan dan mendengar isi qalbu dari mulutmu sendiri yang tanpa pretensi.

No comments:

Post a Comment