Friday 16 November 2012

INSTROSPEKSI DIRI MELALUI SEJARAH NUSANTARA DAN INDONESIA.


Generasi ke 3 dari penduduk yg menghuni teritori nusantara yg waktu itu sedang di kolonisasi oleh Belanda, dirinya dan penduduk lainnya tidak pernah merasakan sedang dijajah. Karena begitu mereka lahir, Belanda sudah ada. Belanda sudah memegang kendali kekuasaan di daerah tempat tinggalnya. Mereka suka tidak suka, sadar tidak sadar harus bersedia menjalankan perintah dari sang penguasa.
Dalam alam sadar mereka yaitu generasi ke 3 sampai generasi sebelum orang2 nusantara yg dikolonisasi belanda ada yg bersekolah ke luar negeri, kondisi yang ada dan dirasa waktu itu adalah kondisi yg sudah seharusnya terjadi (wajar).
Mereka merasa sedang tidak dijajah. Mereka menganggap Belanda sudah seharusnya mengatur mereka, krn ilmu dan fisiknya lebih di banding dgn mereka sendiri.
Mereka tidak memiliki pikiran lain, apalagi berpikir untuk melepaskan dari belenggu penjajahan. Kenapa?... karena mereka penduduk nusantara yang waktu itu oleh Belanda di sebut inlander belum mengenal apa itu penjajah dan penjajahan. Dan kalaupun ada ketidak enakan dlm hidup, mereka hanya sebatas memiliki perasaan diperlakukan tidak adil saja.
Upaya untuk keluar dari rasa diperlakukan tidak adilpun, yang dilakukan mereka paling2 hanya sebatas mengeluh diantara sesamanya, yg sama2 tidak berdaya.
Kalaupun waktu itu sudah ada yang berani memberontak, motifnya bukan karena digerakan oleh kesadaran mereka sbg penduduk yg sedang dijajah. Tetapi murni bentuk perlawanan dari upaya ingin diperlakukan sama oleh pihak Belanda. Dan perlawanannya pun sporadis tidak didukung oleh nyali seluruh warga penduduk lainnya dan sifat perlawananya hanya kedaerahan saja. Sehingga perlawanan mereka terhadap Belanda berahir tanpa hasil.

Dengan kejadian2 perlawanan yg bersifat kedaerahan dan hasilnya nihil diatas, malah membuat pihak Belanda semakin represif memperlakukan penduduk Nusantara. Penduduk Nusantara yang sudah menderita semakin sengsara Mungkin itulah resiko dari gerakan tanggung yang tidak didukung seluruh komponen penduduk nusantara dan tidak didukung oleh cara berpikir keras dan cerdas yang mumpuni.

Ketika setelah orang2 nusantara ini berhasil sekolah ke luar negeri dan pulangnnya membawa ilmu kaum penjajah, sadarlah mereka bahwa kaumnya yaitu penduduk Nusantara sebenarnya masuk dalam katagori situasi dan kondisi sedang di jajah. Maka kemudian kaum intelektual muda waktu itu tergugah untuk bertindak mulia membebaskan kaumnya dari praktek2 kolonisasi. Dengan ilmu mumpuni yang telah didapatnya dari luar negeri dan bercermin pd usaha2 pergerakan sebelumnya yg gagal, para intelektual muda ini pada ahirnya menghasilkan kebijakan berpikir arif. Berdasar dari hasil pikir yang arif tersebut, strategi dan program pembebasan yg representatif tercipta secara ajeg, kemudian djalankan dengan disiplin program yg ketat dan dengan penuh rasa tanggung jawab.

Akhirnya dgn berpikir keras, cerdas disertai dgn sikap nasionalis, militansi yang tinggi, niat suci, rela berkorban tenaga, harta dan nyawa, dengan rahmat dan izin Allah SWT, lahirlah NEGARA DAN BANGSA INDONESIA TERCINTA YANG BERDASARKAN PANCASILA.

Tapi sayang setelah sekian tahun berlalu. Sekian lama berselang. sejarah berulang.
Penjajahan bersalin rupa. bukan lagi berwujud manusia. bukan lagi dengan senjata. bukan lagi dgn merampas kuasa....tetapi dengan cara MERAMPAS WASPADA ANAK2 BANGSA, melalui ilmu yg ada yg telah kadaluarsa. melalui fatwa cara2 berebut harta. dan melalui siasat dogma menapaki anak2 tangga tuk menggapai tahta... Wallahu a lam.

Salam dari sang penyemai vimobora.

No comments:

Post a Comment