Pendidikan Non Formal adalah Hak Tokoh-tokoh Masyarakat Setempat (Unit Sosial Nonformal/community)
Sejarah
masa lalu adalah landasan kehidupan masa sekarang. Perkembangan suatu
masyarakat/penduduk yang didasarkan pada nilai-nilai sejarahnya sendiri
merupakan kemajuan hakiki sesuai dengan fitrahnya. Dengan didasarkan
pada kearifan lokal daerahnya, maka perkembangan suatu masyarakat tidak
akan menyebabkan manusia-manusia pembentuk masyarakat tersebut
kehilangan jati dirnya atau karakternya. Sehingga kearifan lokal akan
tetap terjaga dari gerusan roda zaman. Kearifan lokal akan tetap
tercermin dan terimplementasikan dari sikap perilakunya. Seiring
tercermin juga pada kondisi lingkungan sosial dan alamnya. Dengan
demikian suatu daerah lingkungan masyarakat setempat ke UNIQUE kannya
akan tetap terjaga. Tentu saja kondisi terjaganya keunikan masyarakat
setempat dalam konteks era masyarakat global yang menuntut keseragaman
dalam segala segi, sehingga ahirnya menghasilkan kejenuhan nuansa, akan
bermuara pada tingginya nilai jual yang akan bermanfaat langsung pada
peningkatan status sosial ekonomi masyarakat tersebut.
Masyarakat Setempat (unit sosial non formal/community) yang ada di
Nusantara (sebelum lahirnya negara formal Indonesia) dalam
berkehidupannya, baik di unit sosial informal maupun nonformal telah
diatur oleh suatu tatanan yang tidak tertulis, yang lahir dari kerifan
adat istiadatnya. Prinsif tertinggi tatanan adat istiadat hampir
diseluruh nusantara adalah diletakan pada bagaimana kebersamaan
berkehidupan. Sehingga dengan demikian kepentingan umum diletakan dalam
hirarkie tertinggi. Dalam alam kejiwaan masyarakat adat seperti itu,
seorang individu akan merasa tercela/terhina bila dia tidak
berkontribusi sepenuh jiwa raga pada kepentingan umum masyarakatnya.
Mengapa? karena masyarakat umum setempatnya beserta adat-istiadat dan
pemangkunya baginya adalah entitas yang telah sanggup menjaganya dari
gangguna eksternal dan internal. Gangguan Eksternal yang dimaksud,
merupakan gangguan yang diidentifikasi memiliki kemampuan mengancam baik
secara fisik maupun phisikis, yang datangnya dari luar kelompoknya.
Seperti ancaman binatang buas, kelompok out groupnya, hama dan wabah
penyakit serta bencana alam. Gangguan internal, adalah potensi yang
mengandung ancaman secara fisik maupun phisikis yang datangnya dari
golongannya sendiri.
Dengan kondisi berkehidupan seperti di
atas, pada ahirnya masyarakat setempat didorong pada suatu kondisi
kemandirian. Seluruh hajat hidupnya dipenuhinya secara mandiri melalui
mekanisme antar peran yang ada di unit sosial in formal (keluarga) dan
mekanisme antar peran yang ada dalam unit sosial nonformal. Dalam sistem
sosial seperti ini peran tokoh-tokoh masyarakat setempat (pemangku adat
istiadat) sangat strategis dan integral. Tokoh-tokoh inilah yang
senantiasa dituntut untuk menghasilkan intuned(titik persamaan diatas
perbedaan) dalam setiap mekanisme musyawarah warganya yang menyangkut
penyelesaian perselisihan yang timbul. Sehingga dengan cara win-win
solution ini setiap yang berperkara menerima keuputusan tokohnya dengan
sepenuh kesadaran. Sikap tokoh masyarakat yang bijak dan rela berkorban
ini pada ahirnya menghasilkan sikap hormat dari para warga
masyarakatnya. Sehingga sikap perilaku dan kata-katanya selalu ditiru
dan di gugu tanpa reserve.
Berdasar sedikit kajian sejarah
diatas, maka SEJATINYA pendidikan nonformal adalah hak tokoh2
masyarakat setempat (community/unit nonformal). Kalaupun bila suatu
masyarakat setempat di pandang kurang dlm kualitas SDMnya (hasil
penilaian dari kacamata formal), seharusnya yg dididik tersebut adalah
tokoh2 masyarakatnya. Bukan langsung pada anggota masyarakatnya sebagai
subyek. Kemudian dlm prosesnya, tokoh itulah yang akan menjalankan
fungsi pencerahan bagi warga masyarakat setempat lainnya...Maka dgn
demikian pula proyek2 (dana2 dr pemerintah/ lembaga dunia/csr)
Pendidikan in dan nonformal adalah hak masyarakat setempat, yang
seharusnya dimandatkan pada tokoh2nya (Pemerintah Desa), bukan pada
akademisi formal yang tidak memiliki kaitannya sama sekali. Mengapa?
karena walau salah satu fungsi akademisi formal adalah pengabdian pada
masyarakat, namun anggaran puntuk pengabdiannya dialokasikan secara
khusus melalui induk perguruan tingginya. Bukan proyek pemerintah yang
langsung untuk membiayai Program pendidikan in dan non formal.
Andai saja PLS di rubah menjadi SPPS, maka alumninya berkemungkinan
memiliki peluang besar akan diserap oleh pemerintahan desa, kecamatan,
propinsi bahkan pemerintah pusat . Dijadikan peran sebagai jembatan oleh
pemerintah (formal) dan menjadi mitra pembangunan masyarakat bagi
tokoh2 masyarakat setempat (non formal). Mengingat peran tersebut belum
ada dalam sistem profesi yang telah dilindungi resmi oleh
regulasi...Wallahu a lam.
No comments:
Post a Comment